الله أكبر الله اكبر الله اكبر لا اله الا الله الله
اكبر الله اكبر ولله الحمد
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا
لااله الا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده. لااله الا
الله ولانعبد الا اياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون لااله الا الله و
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذى شرع للمسلمين الصيام فى شهر رمضان سببا على
تكفير الذنوب و مضاعفة الأجور من صام نهاره وقام لياله ايمانا واحتسابا غفر له ما
تقم من ذنبه. أشهد أن لااله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
أرسل إلى جميع عباد الله من الإنس والجان. وصلى الله على محمد خير الأنام وسيدنا
المرسلين وعلى آله وصحبه والتابعين وتابعهم إلى آخرالزمان. اما بعد
Al-Hamdulillah, puji syukur kita
panjatkan kehadhirat Allah SWT atas perkenan-Nyalah kita bisa berkumpul di
tempat ini untuk menunaikan shalat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan
Takbir, Tahmid dan Tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya. Idul Fitri
adalah hari raya Islam yang disebut hari raya berbuka, setelah sebulan penuh
kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, kini tibalah saatnya hari berbuka.
Shalawat dan salam kita kirimkan
kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, Nabi yang telah mengajarkan kepada
kita pentingnya menunjukkan kepedulian kepada sesama. Keselamatan dan
kesejahteraan semoga tercurah kepada beliau, keluarganya, sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya.
Sebagai muslim, kita wajib meyakini
bahwa Allah SWT tidaklah menciptakan kita kecuali untuk menyembah kepada-Nya: “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.“
(QS. Az-Dzariyat: 56). Olehnya itu, jika ada manusia yang menyombongkan diri
tidak mau taat dan tunduk kepada Allah SWT, maka ia telah mengingkari tujuan ia
diciptakan. Akibat dari keingkaran tersebut, ia akan menghuni neraka dalam
keadaan dihinakan.
Ketika masih berada di alam rahim,
Allah SWT telah mengambil perjanjian kesiapan dari manusia untuk menyembah
hanya kepada-Nya sebelum mereka lahir ke muka bumi ini. Allah SWT menanyai ruh
manusia tentang kesiapan mereka mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dengan
semua konsekuensinya, lalu ruh tersebut menjawab dengan tegas bahwa mereka
bersaksi tiada Tuhan selain Allah yang berhak mereka imani dan mereka sembah.
Allah bertanya kepada ruh tersebut:
أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا
كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang lengah terhadap (ketauhidan) ini” (QS. Al-A’raf: 172)
Dalam menjaga komitmen kehambaan yang
diikrarkan pada alam rahim tersebut, Allah SWT memerintahkan manusia setelah ia
lahir, agar menghadapkan wajahnya kepada agama yang lurus sebagai fitrah
kehambaannya, sebagaimana firman-Nya:
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)
Fitrah adalah kesucian jiwa yang
senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Namun keadaan manusia sekitarnya
yang telah mempengaruhinya sehingga menodai kesucian fitrah tersebut. Maka
berubahlah ia dari ketauhidan menjadi kemusyrikan, dari keimanan menjadi
kekafiran. Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ،
أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” (HR. Bukhari)
Fitrah adalah suasana jiwa yang suci
yang menjelma dalam pemeliharaan tauhid, ketundukan dan penghambaan, serta
pemeliharaan kesucian diri sebagai hamba Tuhan yang Maha Pengasih. Jika di
penghujung Ramadhan ini kaum muslimin merayakan hari Raya Idul Fitri, tentu
maknanya adalah kesiapan untuk menjadikan momentum Ramadhan ini sebagai proses
pembersihan diri dan kesadaran akan urgensi kembali kepada fitrah. Dan hakikat
kembali fitrah itu diwujudkan dalam bentuk mengokohkan ketauhidan, menguatkan
komitmen ubudiyah, dan memelihara karakteristik terpuji.
Wujud kembali kepada fitrah yang
pertama adalah: Mengokohkan Ketauhidan
Ibadah Ramadhan telah kita
sempurnakan, mulai dari puasa, shalat tarawih, tilawatil Qur’an, membayar zakat
fitrah dan zakat harta, I’tikaf, membaca dzikir dan ma’tsurat, hingga hari ini
kita tuntaskan dengan melaksanakan shalat Idul fitri. Semuanya itu kita yakini
sebagai bentuk aktualisasi keimanan kita kepada Allah SWT.
Sebagai hamba, kita menyadari begitu
banyak kekurangan yang telah kita lakukan. Terkadang kita sibuk berhari-hari, berbulan-bulan,
atau bahkan bertahun-tahun bekerja keras dan banting tulang hanya untuk
menyenangkan hati orang-orang yang kita cintai. Suami menghabiskan hampir semua
waktu siangnya untuk menyenangkan istrinya hingga berkali-kali ia meninggalkan
shalat Zhuhur dan Asharnya, dan istri menghabiskan hampir semua waktu malamnya
untuk menyenangkan suaminya hingga berkali-kali ketinggalan shalat Maghrib dan
isyanya. Keadaan itu tentu menjadikan kita seolah lemah keimanannya hingga
boleh jadi sampai pada titik keimanan yang sangat lemah. Jika suasana itu terus
berlanjut, kita pasti akan semakin jauh dari fitrah kita.
Ramadhan adalah momentum yang sangat
efektif untuk mengokohkan keimanan kita dan mengembalikan kita kepada fitrah.
Ramadhan merupakan bulan yang disiapkan Allah SWT untuk mendidik jiwa-jiwa yang
menjauhi-Nya untuk kembali kepada-Nya, mendidik jiwa-jiwa yang berlumur dosa
untuk datang memohon ampunan kepada-Nya, mendidik jiwa-jiwa yang lalai dari
ibadahnya untuk bersimpuh bersujud dan mengikhlaskan pengabdiannya.
Semoga Ramadhan ini mampu kita buktikan sebagai bulan mengokohkan iman
dan ihtisab (mengharap pahala) kita kepada-Nya, sehingga kita semua mendapatkan
ampunan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa dengan iman
dan ihtisab (mengharap pahala hanya dari Allah), akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (HR. Bukhari)
Melalui momentum Idul fitri ini,
marilah kita mengokohkan keimanan dan tauhid kita, yang dengannya kita akan
senantiasa terjaga pada fitrah kehambaan kita yang lurus, kita akan dijauhkan
dari sikap menghinakan diri kepada makhluk. Dengan kekuatan tauhid, orang yang
kaya akan menjaga fitrah dirinya sehingga tidak sombong dan angkuh, dengannya
pula orang miskin akan tegar mengarungi ujian hidupnya dan tidak berputus asa.
Wujud kembali kepada fitrah yang
kedua adalah: Menguatkan Komitmen Ubudiyah
Fitrah kehambaan menuntut setiap
muslim untuk membuktikan komitmen ibadahnya. Dia dituntut tidak hanya
bersungguh-sungguh menunaikan semua ibadah-ibadah fardhu, tapi juga
ibadah-ibadah sunnah. Dengan pembuktian komitmen tersebut, setiap muslim
akan mampu mengantarkan dirinya kepada ketakwaan. Al-Qur’an menegaskan bahwa
dibalik perintah ibadah puasa tersebut Allah SWT menghendaki agar setiap hamba
yang melaksanakannya dapat mengantarkan dirinya ke derajat takwa.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Perintah takwa adalah perintah agama
yang harus dilanggengkan dalam kehidupan setiap muslim, ia wajib memeliharanya
hingga ia berhadapan dengan kematiannya. Apabila seseorang memelihara ibadahnya
secara benar dan konsisten, akan terangkat derajat ketaqwaannya, suatu derajat
istimewa yang menjadikannya lebih mulia dari hamba-hamba yang lain. Allah SWT
berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di
antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
Al-Hujurat: 13)
Jika seorang muslim ingin
membuktikan kesungguhannya untuk kembali kepada fitrahnya, salah satu bentuknya
adalah dengan membuktikan komitmen ibadahnya. Ia memelihara shalat yang
difardhukan kepadanya dan melengkapinya dengan shalat-shalat sunnah. Ia
berpuasa wajib dan melengkapinya dengan puasa-puasa sunnah. Mengeluarkan zakat
dan menyempurnakannya dengan infak dan sedekah. Ia melaksanakan haji ke
Baitullah dan menyempurnakannya dengan umrah.
Ibadah itu mempunyai tujuan asasi
dan tujuan-tujuan lain yang menyertainya, di mana tujuan-tujuan yang menyertai
ibadah tersebut merupakan keshalihan jiwa dan meraih keutamaan dalam setiap
ibadah. Imam As-Syathibi mengatakan bahwa asal mula disyariatkannya ibadah
shalat adalah ketundukan kepada Allah SWT dengan mengikhlaskan penghadapan diri
kepada-Nya, bersimpuh di atas kaki kehinaan di hadapan-Nya dan mengingatkan
jiwa agar senantiasa ingat kepada-Nya. Allah SWT berfirman “Dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thaha: 14) Dan firman-Nya, “Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) lebih besar keutamaannya.” (QS.
Al-Ankabut: 45).
Dengan menjaga konsistensi ibadah
dan menegakkannya secara sempurna, seorang muslim akan terpelihara fitrah
kesuciannya.
Wujud kembali kepada fitrah yang
ketiga adalah: Memelihara Karakteristik Terpuji
Cara lain memaknai pemeliharaan
fitrah kita adalah dengan menjaga karakteristik kehambaan kita. Karakteristik
yang dimaksud adalah karakter amanah, jujur, sabar dan syukur. Apabila
seseorang memiliki sifat-sifat tersebut, maka ia akan merasakan ketenangan
dalam hidupnya. Ia tidak perlu merasa khawatir sebagaimana khawatirnya orang
yang suka berkhianat, karena takut terbongkar pengkhianatan-nya, atau seperti
pendusta yang takut terbongkar kebohongannya. Ia juga akan terhindar dari
bahaya pertengkaran dan perselisihan yang besar, karena sifat sabar yang
dimilikinya. Bahkan ia akan dicintai orang sekitarnya, karena tidak menunjukkan
sifat tamak dan rakus, disebabkan kuatnya sifat syukur dalam dirinya.
Orang yang amanah, jujur, sabar dan
syukur adalah orang yang akan disenangi dan dirindukan semua orang. Ia adalah
bukti nyata orang yang bersungguh-sungguh memelihara fitrah kehambaanya. Semua
karakter terpuji itu tentu tidak lahir begitu saja, tapi melalui proses
penempaan dan pelatihan. Dan salah satu sarana pelatihan itu adalah puasa.
Dengan berpuasa, seseorang akan terdidik untuk bersifat amanah, karena dalam
berpuasa ia sudah melatih dirinya agar amanah memelihara puasanya dari segala
hal yang membatalkannya, meski pun orang lain tidak melihatnya. Ia memelihara
amalan puasanya semata-semata karena Allah SWT. Ia mungkin bisa berbohong kalau
ia makan dan minum secara sembunyi, tapi ia tidak bisa membohongi dirinya
sendiri yang sedang terkondisi untuk mendekat kepada Allah SWT.
Puasa juga membentuk karakter sabar.
Rasulullah SAW bersabda: “Puasa adalah setengah dari kesabaran”. Dengan
menguatnya sifat sabar pada diri seorang muslim, ia akan bisa menjaga diri
untuk tidak terlibat dalam konflik, pertentangan, apalagi permusuhan sekecil
apa pun lingkup dan kadarnya. Dan kalau pun harus terlibat dalam sebuah
perbedaan pendapat, maka ia akan bisa menyikapinya dengan sikap-sikap yang
bijaksana. Ia tidak mau perbedaan pendapat itu mengundang malapetaka yang
besar, yaitu munculnya rasa gentar dan hilang kekuatannya dalam menghadapi
musuh-musuhnya. Ia merenungkan firman Allah SWT tentang hal tersebut:
وَأَطِيعُوا
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfal: 46)
Marilah kita kokohkan persaudaraan
kita sesama muslim di atas rasa cinta dan itsar (mengutamakan saudara).
Janganlah perbedaan-perbedaan seperti menetapkan masuknya 1 Syawal menjadikan
kita saling berbantah-bantahan dan saling membenci. Sikap itu hanya akan
memuaskan setan dan hawa nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Kita juga
akan dihinggapi rasa lemah dan gentar sehingga kita tidak akan pernah menjadi
umat yang kuat. Hati kita pun akan kehilangan karakteristiknya yang terpuji,
berganti dengan karakter pemarah, egois, dan merasa paling benar. Akhirnya kita
tidak kembali kepada fitrah, padahal kita berkumpul menaikkan shalat Idul fitri
hari adalah agar kita kembali kepada fitrah kita.
Untuk mengakhiri khutbah ini,
marilah kita tundukkan kepala kita, melupakan kebesaran diri kita di hadapan
manusia, mengakui betapa kecil dan lemahnya kita di hadapan Allah Penggenggam
langit dan bumi.
اللَّهُمَّ
مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ
تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ
إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Wahai Tuhan Yang mempunyai
kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
Ya Allah Ya Rabb, kami berlindung
pada-Mu dari hawa nafsu yang penuh ambisi, yang selalu mau menang sendiri dan
tidak mau peduli dengan penderitaan sesama. Jadikanlah kami hamba-hamba
yang tahu mensyukuri nikmat dan karunia-Mu. Tanamkanlah dalam hati kami
kepekaan rasa, yang membuat kami mampu meraba penderitaan saudara-saudara kami
dan mau membantunya.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ
رَحِيم
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang“
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum
muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang
telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan
Mengabulkan doa.
Ya Allah yang Maha Kuat! berikanlah
kami kekuatan agar kami mampu memikul beban yang dititipkan di pundak kami, Ya
Allah yang maha Maha Kaya lepaskanlah kami dari lilitan utang dan kesulitan
ekonomi kami, Ya Allah yang Maha Penyayang buanglah rasa benci dan dendam
yang bersemayam di dalam dada kami, Ya Allah yang Maha Pengasih tanamkanlah
dalam dada kami rasa kasih kepada orang tua kami, anak-anak kami, dan saudara-saudara
kami. Ya Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Penerima Taubat dengarlah
permohonan kami dan terimalah taubat kami. Innaka Antas Samiud Du’a wa
Innaka Antat Tawwabur Rahim.
Ya Allah Ya Rabb, anugerahkan rasa
syukur kepada kami agar kami dapat mengerti arti jasa ibu bapak kami, terkhusus
ibu kami, yang bersedia dengan tulus menampung kami selama berbulan-bulan di
dalam rahimnya dalam keadaan lemah dan bertambah lemah, yang rela
bersakit-sakit bersimbah darah ketika melahirkan kami, yang bersedia mempertaruhkan
nyawanya demi agar kami dapat menghirup udara kehidupan, yang bersedia
terganggu tidurnya setiap malam demi agar kami dapat tertidur lelap, yang
bersedia menahan rasa lapar dan dahaganya demi agar kami dapat merasakan
kenyang.
Ya Allah Ya Rabb, kami tahu
keridhaan-Mu terdapat pada keridhaannya dan kemurkaan-Mu terdapat pada
kemurkaannya, maafkan kami jika selama ini khilaf telah melukai hatinya atau
membuatnya tidak ridha kepada sikap dan tingkah laku kami. Maafkan kami ya
Allah jika kami tidak mampu membalas kebaikannya. Kami tahu bahwa yang ia
butuhkan dari kami bukanlah materi dan harta tapi cinta dan kasih sayang kami
seperti ia menyayangi kami di waktu kecil. Maafkan kami jika ia sakit kami tak
menjenguknya. Jika ia butuh, kami tak di sampingnya. Jika ia merindukan kami,
kami tak datang menyapanya. Ya Allah ya Rabb Jadikanlah kami hamba-hamba yang
siap mengistimewakannya di dalam hati kami, lalu mau membalas jasa-jasanya,
meski kami sadar tidak akan mampu membalasnya.
ربنااغفر
لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغيرا
Ya Allah Ya Rabb. Kabulkanlah
permohonan orang-orang kecil bangsa kami yang merindukan ketenangan, kestabilan
dan kemakmuran. Jangan Engkau timpakan azab kepada kami hanya karena
kedurhakaan segelintir orang di antara kami. Jadikanlah kami mulia dengan
kesederhanaan kami dan janganlah Engkau hinakan kami dengan curahan rezki yang
melimpah ruah.
Bimbinglah ya Allah derap langkah
kami dan pemimpin kami yang dengan tulus ikhlas hendak mengeluarkan kami dari
keterpurukan dan kesulitan hidup, dengan kemurahan dan kasih sayang-Mu. Agar
kami dapat mengantarkan bangsa kami ini menuju negeri yang lebih baik yaitu
Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.
اللهم
يا مجيب دعوة المضطر اذادعاك نسألك موجبات رحمتك وعزائم مغفرتك والعزيمة على الرشد
والغنيمة من كل بر و السلامة من كل اثم والفوز بالجنة والنجاة من النار
Ya Allah jika begitu lama kami melalaikan perintah-Mu. Jika bertahun-tahun kami
terpedaya oleh hawa nafsu kami sehingga lalai dari jalan-Mu, jika dengan
sengaja atau tidak sengaja, dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi kami
telah berbuat durhaka kepada-Mu dan telah menganiaya diri kami sendiri. Maka
maafkanlah kami dan ampunilah dosa-dosa kami. Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa
Fa’fu ‘Anna.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ربنا تقبل منا انك انت
السميع العليم وتب علينا انك انت التواب الرحيم. آمين يا رب ا لعالمين يا حي يا
قيوم يا ذالجلال والإكرام وصل وسلم على نبينا محمد وعلى آله واصحابه اجمعين
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar